“Jeff, kita berdua tahu apa
yang telah terjadi. Ibu pikir pesta ini bisa menyinari hari-hari terakhir kita.
Sekarang, ganti bajumu.” ibu Jeff berjalan keluar dari kamar ke lantai bawah
untuk bersiap-siap. Jeff berusaha bangkit. Dia memilih kemeja secara acak dan
celana jeans, kemudian dia berjalan menuruni tangga. Dia melihat ibu dan
ayahnya berpakaian rapi, ibunya memakai gaun dan ayahnya memakai setelan jas.
Dia merasa heran, kenapa mereka memakai pakaian semewah itu hanya untuk datang
ke pesta anak-anak?
“Nak, kau mau memakai itu?”
tanya ibu Jeff.
“Lebih baik seperti ini
daripada terlalu berlebihan.” jawab Jeff. Ibunya ingin sekali marah, tetapi dia
menahan dan menyembunyikan dengan senyuman.
“Baiklah Jeff, kita mungkin
berpakaian terlalu berlebihan, tetapi beginilah caranya jika kau pergi dan
ingin memberikan kesan.” kata ayahnya. Jeff bergumam dan kembali ke kamarnya.
“Aku tidak punya pakaian
bagus!” teriaknya.
“Kau hanya cukup memakai pakaian
sepantasnya.” Kata sang ibu. Dia mencari pakaian yang tampak bagus. Kemudian,
Jeff menemukan celana panjang hitam untuk acara-acara khusus dan kaos. Dia
tidak bisa menemukan kemeja untuk pergi ke acara itu. Dia masih terus mencari,
dan menemukan kemeja yang hanya bermotif garis. Akhirnya dia menemukan jaket
bertudung berwarna putih dan memakainya.
“Kau akan memakai setelan
itu?” kata orang tuanya. Sang ibu melirik jam. “Oh, tidak ada waktu untuk
mengganti. Ayo berangkat.” kata ibunya sambil membawa Jeff dan si ayah keluar
melewati pintu. Mereka menyeberangi jalan ke rumah Barbara dan Billy. Mereka
mengetuk pintu dan Barbara membuka pintu, tetapi cara berpakaian mereka tampak
berlebihan. Ketika mereka berjalan ke dalam, Jeff menyadari bahwa semua yang
berada di sana hanya orang dewasa, dan tidak ada anak-anak.
“Anak-anak ada di halaman
belakang. Bagaimana kalau kau pergi dan berkumpul bersama mereka, Jeff?” kata
Barbara.
Jeff berjalan keluar menuju
halaman yang dipenuhi anak-anak. Mereka berlarian memakai kostum koboi palsu
dan saling menembak dengan senjata plastik. Dia mungkin juga akan pergi ke toko
mainan Toys R Us. Tiba-tiba seorang anak laki-laki mendekatinya dan memberi
pistol dan topi mainan miliknya.
“Hei. Ingin belmain?” kata
anak itu.
“Ah, tidak nak. Aku terlalu
tua untuk hal ini.” Anak itu menatap Jeff dengan wajah melas.
“Belmainlah kumohon?” kata
anak itu. “Baiklah,” kata Jeff. Dia memakai topi dan mulai berpura-pura
menembaki anak-anak. Pada awalnya dia pikir ini benar-benar konyol, tetapi
kemudian dia mulai bersenang-senang. Ini mungkin tidak sangat keren, tetapi itu
pertama kalinya dia melakukan sesuatu yang mengalihkan pikiran dari Liu. Jadi
dia bermain dengan anak-anak untuk sementara waktu, sampai dia mendengar
keributan. Keributan yang cukup aneh. Kemudian Randy, Troy, dan Keith melompati
pagar dengan skateboard milik mereka. Jeff menjatuhkan pistol palsu dan merobek
topi yang dia pakai. Randy menatap Jeff dengan kebencian terbakar.
“Halo Jeff” kata Randy.
“Kita punya urusan yang belum selesai.” Jeff melihat ke hidung Randy yang
memar. “Kupikir kita impas sekarang. Aku menghajar kalian, dan kalian membuat
saudaraku dikirim ke Pusat Penahanan Remaja.”
Randy tampak marah di
matanya. “Oh tidak, kupikir kita tidak akan impas kali ini, kali ini aku yang
akan menang. Kau mungkin telah menendang pantat kami waktu itu, tetapi tidak
untuk hari ini.” Ketika dia mengatakan kalimat itu, Randy berlari ke Jeff.
Mereka berdua mulai berkelahi berguling-gulingan di tanah. Randy memukul Jeff
tepat di hidung, dan Jeff menarik telinga Randy dan memukulnya di bagian
kepala. Jeff mendorong Randy darinya dan keduanya kembali bangkit. Anak-anak
berteriak dan orang tua mereka berlari keluar dari rumah. Troy dan Keith
menarik senjata dari dalam saku mereka.
“Jangan ikut campur atau
peluru akan ditembakkan!” kata mereka. Randy menarik pisau dan menusuk Jeff
tepat di bahu.
Jeff menjerit kesakitan dan
jatuh berlutut. Randy mulai menendang wajahnya. Setelah tiga tendangan Jeff
meraih kaki Randy dan menariknya, Randy terjatuh. Jeff berdiri dan berjalan ke
pintu belakang. Kemudian Troy menangkap Jeff di bagian belakang kerahnya.
“Perlu bantuan?” Dia
mengangkat Jeff dan melemparnya ke pintu teras. Kemudian Jeff berusaha untuk
berdiri, Randy menendangnya. Randy berkali-kali menendang Jeff, sampai dia
mulai batuk darah.
“Ayo Jeff, bertarunglah
denganku!” Dia mengangkat Jeff dan melemparnya ke dapur. Randy melihat sebotol
vodka di atas meja dan menghancurkannya di kepala Jeff.
“Bertarunglah denganku!” Dia
melempar Jeff lagi ke ruang depan.
“Ayo Jeff, lihat aku!” Jeff
mengangkat wajahnya yang dipenuhi darah. “Aku adalah orang yang mengakibatkan
saudaramu dikirim ke Pusat Penahanan Remaja! Dan sekarang kau hanya duduk di
sini dan membiarkannya membusuk di sana selama setahun! Kau seharusnya malu!”
Jeff mulai bangkit.
“Akhirnya kau berdiri! Cepat
lawan aku” Jeff sekarang berdiri, darah dan vodka melumuri wajahnya. Sekali
lagi dia mendapat perasaan yang aneh, kemudian dia tidak merasakannya untuk
sementara waktu. “Akhirnya. Dia bangun!” kata Randy ketika dia berjalan ke
Jeff. Saat itulah terjadi. Sesuatu dalam diri Jeff membentak. Jiwanya hancur,
semua pemikiran rasional hilang, semua yang bisa dia lakukan, adalah membunuh.
Dia meraih Randy dan mendorongnya ke lantai. Jeff berdiri di hadapan Randy dan
memukulnya tepat di bagian jantung. Pukulan itu menyebabkan jantung Randy berhenti
berdetak. Sementara Randy terengah-engah mencoba untuk bernapas. Jeff secara
terus-menerus menghajar Randy. Pukulan demi pukulan, darah menyembur dari tubuh
Randy, sampai dia mengambil napas terakhir, dan mati.
Semua orang melihat ke arah
Jeff sekarang. Orang tua, dan anak-anak menangis, bahkan Troy dan Keith. Mereka
dengan mudah tersadar dari keterkejutan itu dan mengarahkan senjata ke Jeff.
Jeff melihat senjata yang diarahkan pada dirinya dan berjalan ke tangga. Ketika
Jeff berjalan, Troy dan Keith menembakkan pistol pada Jeff. Jeff berjalan
menaiki tangga. Dia mendengar Troy dan Keith mengikutinya dari belakang. Ketika
mereka mengeluarkan peluru terakhir, Jeff berhasil menghindar dan memasuki
kamar mandi. Dia menggenggam rak handuk dan mencabutnya dari dinding. Troy dan
Keith mengejarnya, mereka bersiap menggunakan pisau.
Troy mengayunkan pisau pada
Jeff, tetapi Jeff berhasil menghindar, dan memukul pipa besi dari rak handuk ke
wajah Troy. Troy tergeletak di lantai dan sekarang yang tersisa hanya Keith.
Namun dia lebih lincah dari Troy, dan ketika Jeff mengayunkan pipa besi. Keith
menjatuhkan pisau dan mencengkeram Jeff di leher. Dia mendorong Jeff ke
dinding. Kemudian, sebotol pemutih jatuh tepat di atas mereka dari rak yang
paling atas. Mereka berdua kehabisan tenaga dan mereka mulai berteriak. Jeff
mengusap matanya sebisa mungkin. Dia meraih kembali pipa besi dan
mengayunkannya langsung ke kepala Keith. Keith terjatuh dan terbaring di
lantai. Ketika dia terbaring, dia tersenyum jahat.
“Apanya yang lucu?” tanya
Jeff. Keith mengeluarkan sebuah korek api gas dan menyalakannya. “Apanya yang
lucu?” katanya, “Yang lucu adalah kau berlumuran pemutih dan alkohol.” mata
Jeff melebar ketika Keith melemparkan korek api ke arahnya. Ketika korek itu
menyentuh tubuhnya, api segera berkobar. Selagi alkohol membakarnya, cairan
pemutih memutihkan kulitnya. Jeff menjerit mengerikan ketika terbakar. Dia
berusaha untuk memadamkan api yang membakar dirinya tetapi percuma, alkohol
telah membesarkan kobaran api. Dia berlari menyusuri lorong, dan menuruni
tangga. Semua orang mulai berteriak karena mereka melihat Jeff terbakar,
sekarang dia sepenuhnya terbakar, Jeff terjatuh ke lantai, dia nyaris mati. Hal
terakhir yang Jeff lihat adalah ibunya dan orang tua lain berusaha memadamkan
api. Setelah itu, dia pingsan.
Ketika Jeff terbangun, dia
mendapati perban yang membalut wajahnya. Sehingga tidak bisa melihat apa pun,
tetapi dia merasakan balutan perban di bahunya, dan jahitan di sekujur
tubuhnya. Dia berusaha berdiri, tetapi dia menyadari bahwa ada selang infus di
lengannya, dan ketika dia berusaha untuk bangkit dia terjatuh, seorang perawat
bergegas masuk.
“Kurasa belum saatnya kau
turun dari tempat tidur ini.” kata perawat itu sambil membantu Jeff kembali ke
tempat tidurnya dan memasang kembali selang infus. Jeff hanya duduk, tanpa bisa
melihat, tidak tahu apa yang ada di sekitarnya. Akhirnya, setelah beberapa jam
kemudian, dia mendengar suara ibunya.
“Sayang, apa kau baik-baik
saja?” tanya ibunya. Jeff tidak bisa menjawab karena wajahnya tertutup perban,
dan dia tidak mampu berbicara. “Oh sayang, ibu punya kabar gembira. Setelah
semua saksi mengatakan kepada polisi bahwa Randy yang menyerangmu, mereka
memutuskan untuk membebaskan Liu.” Kabar ini membuat Jeff hampir melompat,
tetapi dia ingat bahwa jika dia melakukannya maka selang infus akan lepas dari
lengannya. “Liu akan dibebaskan besok, dan kemudian kalian bisa bersama lagi.”
Sang ibu memeluk Jeff dan
mengucapkan selamat tinggal. Beberapa minggu berikutnya adalah hari di mana
keluarga Jeff datang menjenguknya. Hari di mana perban di tubuhnya dilepas.
Ketika dokter membuka perban di wajah Jeff semua orang di sana duduk di kursi
mereka. Menunggu sampai perban terakhir yang menutupi wajahnya dilepas.
“Mari berharap untuk yang
terbaik,” kata sang dokter. Dia dengan cepat melepaskan perban yang ada di
wajah Jeff, membiarkan sisa perban itu jatuh dari wajah Jeff.
Ibu Jeff berteriak ketika
melihat wajah Jeff. Liu dan Ayah Jeff memandang dengan terpesona pada wajah
Jeff.
“Apa? Apa yang terjadi
dengan wajahku?” kata Jeff. Dia bergegas turun dari tempat tidur dan berlari ke
kamar mandi. Dia melihat ke cermin dan mengingat penyebab marabahaya.
Wajahnya... wajahnya tampak mengerikan. Bibirnya terbakar sehingga warna
bibirnya semakin memerah. Kulit wajahnya berubah menjadi warna putih bersih,
dan rambutnya terbakar dari cokelat menjadi hitam. Dia dengan perlahan meraba
wajahnya. Sekarang wajahnya terasa kasar. Dia melirik keluarganya dan kemudian
kembali memandang cermin.
“Jeff,” kata Liu, “Tidak
buruk....”
“Tidak buruk?” kata Jeff,
“Ini sempurna!” Keluarganya terkejut. Jeff mulai tertawa tak terkendali
sementara orang tuanya melihat bahwa mata dan tangan Jeff berkedut.
“Uh… Jeff, kau baik-baik
saja?”
“Baik-baik saja? Aku tidak
pernah merasa segembira ini! Ha ha ha ha ha haaaaaa, lihat aku. Wajah ini
begitu sempurna untukku!” Dia tidak bisa berhenti tertawa. Dia mengusap-usap
wajahnya, merasakan tekstur wajahnya. Sambil melihat ke cermin. Apa yang
menyebabkan semua ini? Ya, kau ingat ketika Jeff berkelahi dengan Randy bahwa
ada sesuatu dalam pikirannya, kewarasannya, yang membentak. Sekarang yang
tersisa dari dirinya hanya mesin pembunuh, tetapi, orang tuanya tidak tahu.
“Dokter,” kata ibu Jeff,
“Apakah putra saya baik-baik saja… apakah Anda tahu. Apa yang ada di
pikirannya?”
“Oh ya, perilaku ini khas
untuk pasien yang menggunakan obat penghilang rasa sakit terlalu banyak. Jika
perilakunya tidak berubah dalam beberapa minggu, bawalah dia kembali ke sini,
dan kami akan memberinya tes psikologis.”
“Oh terima kasih dokter.”
kemudian ibu Jeff mendatangi Jeff. “Jeff sayang. Sudah waktunya untuk pulang.”
Jeff berpaling dari cermin,
wajahnya masih membentuk senyum gila. “Ok bu, ha ha haaaaaaaaaaaa!” sang ibu
menuntunnya dan mengambil pakaian milik Jeff.
“Ini baru saja diantar,”
kata wanita di meja depan. Ibu Jeff melihat ke celana panjang hitam dan hoodie
putih milik anaknya. Sekarang pakaian itu sudah bersih dari noda darah dan
sudah dijahit. Ibu Jeff membawanya kembali ke kamar dan menyuruhnya mengganti
pakaian. Kemudian mereka meninggalkan rumah sakit, tidak tahu bahwa itu adalah
hari terakhir dalam hidup mereka.
Malam itu, ibu Jeff
dibangunkan oleh suara yang berasal dari kamar mandi. Terdengar seperti
seseorang yang menangis. Dengan perlahan dia berjalan untuk memeriksanya.
Ketika sampai di depan kamar mandi, dia melihat pemandangan mengerikan. Jeff
telah mengambil pisau dan mengukir senyum di pipinya.
“Jeff, apa yang sedang kau
lakukan?” tanya ibunya.
Jeff memandang ibunya. “Aku
tidak bisa terus tersenyum bu. Setelah merasakan rasa sakit selama beberapa
saat. Sekarang, aku bisa tersenyum selamanya.” Ibu Jeff melihat kedua mata
anaknya, mata anaknya terlihat dibatasi oleh cincin hitam.
“Jeff, matamu!” Matanya
tampak tidak bisa tertutup.
“Aku tidak bisa melihat
wajahku. Aku lelah dengan mataku yang mulai tertutup. Aku sudah membakar
kelopak mataku sehingga aku selamanya bisa melihat diriku sendiri, dan wajah
baruku.” ibu Jeff perlahan mulai melangkah mundur, dia sadar bahwa anaknya
sudah gila. “Kenapa bu, ada yang salah? Tidakkah aku terlihat memesona?”
“Iya nak,” katanya, “Kau
terlihat memesona. B-Biarkan aku memberitahu ayahmu, sehingga dia bisa melihat
wajahmu.” Dia berlari ke kamar dan membangunkan ayah Jeff. “Sayang, ambil
pistol kita...” Kata-katanya terpotong ketika dia melihat Jeff berada di ambang
pintu, dan memegang sebilah pisau.
“Ibu, kau berbohong.” Itu
adalah hal terakhir yang mereka dengar dari Jeff sebelum dia membunuh mereka
dengan pisau.
Saudaranya Liu terbangun,
dia dibangunkan oleh keributan itu. Setelah itu, dia tidak mendengar apa pun
lagi, jadi dia hanya memejamkan mata dan mencoba untuk kembali tidur. Ketika
dia hendak pulas, dia mendapat perasaan aneh bahwa ada seseorang yang sedang
mengawasinya. Dia melihat ke sekeliling, sebelum tangan Jeff menutup mulutnya.
Jeff perlahan-lahan mengangkat pisaunya dan bersiap untuk menusuk Liu. Liu
meronta ke sana-sini berusaha untuk melarikan diri dari cengkeraman Jeff.
“Shhhhhhh,” kata Jeff, “Diam
dan Tidurlah.”
Kredit :
Sesseur
Penterjemah : Gugun
Reaper
Sumber
: Creepypasta
Posting Komentar